Fun To Victory
Ankara - Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan mengutuk maraknya kekerasan yang terjadi di Mesir belakangan ini. Di
Mesir, demokrasi dibantai, aspirasi nasional dibantai, dan sekarang
bangsa Mesir yang dibantai, kata Erdogan di Ankara, Sabtu (27/7/2013).
Mereka yang tetap seolah tenang menghadapi pembantaian ini, padahal tangan dan mukanya belepotan dengan darah, tambahnya.
Erdogan
dikenal sebagai orang yang Islamis dan cenderung seiring sejalan dengan
presiden Mesir terguling Mohamed Morsi yang berafiliasi dengan kubu
Ihkwanul Muslimin.
Menteri Luar Negeri AS John Kerry mengatakan
Mesir ini berada pada 'momen sangat penting' selama dua tahun terakhir
sejak pemberontakan yang berhasil menggulingkan presiden yang terlalu
lama berkuasa, Hosni Mubarak.
Kerry mengatakan 'keputusan akhir'
revolusi Mesir yang mengantar Morsi ke kursi kekuasaan sebagai pemimpin
pertama yang terpilih secara demokratis sebelum militer mendepaknya
'bakal selamanya terdampak dengan apa yang terjadi sekarang'.
Kerry
mengatakan para petinggi Mesir 'memiliki kewajiban moral dan legal'
agar menghormati persidangan majelis (dewan konstituante, parlemen,
kejaksaan agung, mahkamah agung) yang damai dan menyatakan respek kepada
kebebasan berekspresi.
Ia mengatakan kekerasan yang berlanjut
bakal menjadi langkah mundur bagi sejumlah upaya rekonsiliasi dan
demokratisasi, serta berpengaruh terhadap stabilitas regional.
Uni Eropa juga ikut prihatin dengan banyaknya korban tewas di Mesir menyusul perkembangan sejumlah bentrok yang mematikan.
Presiden
Mesir Mohamed El Baradei megutuk keras 'penggunaan kekerasan
berlebihan' oleh pasukan Mesir untuk membubarkan demonstrasi para
pendukung presiden terguling Mohamed Morsi, hingga Sabtu malam kemarin.
Saya
mengutuk keras pengunaan kekerasan berlebihan yang menyebabkan jumlah
korban yang banyak, Saya bekerja keras memadamkan konfrontasi dengan
cara damai, Allah melindungi Mesir dan memaafkan mereka yang menjadi
korban, tulisnya di Twitter, Sabtu.
Imam Besar Al-Azhar yang
menganut aliran Sunni, juga mengutuk penggunaan kekerasan secara
berlebihan. Al-Azhar mengutuk kematian sejumlah syuhada yang menjadi
korban peristiwa sekarang, ujar Syekh Ahmed al-Tayyeb yang menjadi
pemimpin Al-Azhar yang bermarkas di Kairo.
Al-Tayyeb mendesak
dilakukan investigasi hukum dan menjatuhkan hukuman kepada mereka yang
bertanggung jawab 'tak peduli apa afiliasi' politiknya.
Mohamed
Adel, seorang anggota biro politik gerakan pemuda 6 April, mengatakan
kepada Al-Jazeera bahwa gerakan ini mengutuk pembunuhan para demonstran,
dan mendesak supaya menteri dalam negeri sementara Mesir Mohamed
Ibrahim digusur.
Gerakan 6 April berpartisipasi dalam demo-demo penggulingan Morsi, dan mengkritik kebijakan-kebijakan Morsi.
Sementara
itu Front Penyelamat Nasional menulis pernyataan, turut 'bersedih
sedalam-dalamnya' atas kematian warga negara Mesir dalam sejumlah
bentrok berdarah.
Front ini mengutuk Ikhawnul Muslimin menghimpun
pendukung di Masjid Rabaa Al Adawiyeh beberapa bulan belakangan dan
'mengajak paraa pendukungnya menyerang properti pemerintah dan mengancam
jiwa warga negara Mesir'.
IM meyakinkan para pendukungnya mereka
bakal dihormati dengan memperoleh gelar syuhada (mati syahid), jika
mereka turut serta dalam sejumlah serangan keras. Mereka minta segera
digelar penyelidikan sesuai hukum yang berlaku.
Di lain pihak,
kubu IM menuduh militer Mesir sudah melewati garis merah pembatas dan
membunuh mereka. Tentara, munurut Gihad El-Haddad, masih menahan ribuan
orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar