Senin, 29 Juli 2013

jenderal Abdul Fattah al-Sisi Pahlawan atau Pengkhianat Mesir?

Fun To Victory


Kairo – Kudeta militer di Mesir terhadap presiden Mohamed Morsi telah memunculkan tokoh baru yang dianggap berjasa bagi negara. Tentu saja itu bagi sebagian kalangan karena bagi kalangan lainnya tokoh itu dicap sebaliknya, sebagai pengkhianat.CNN, belum lama ini, mewawancarai warga untuk mengetahui siapa tokoh panutan mereka setelah Presiden Mohamed Morsi terguling. Nama yang muncul adalah jenderal Abdul Fattah al-Sisi, Panglima Angkatan Bersenjata Mesir.
Ia dianggap berjasa karena berhasil menggulingkan Mohamed Morsi, presiden yang terpilih secara demokratis. Ia juga dianggap sebagai pahlawan karena mengembalikan militer Mesir ke kancah politik. Di era Morsi, militer tersisihkan dari arena politik yang mengusung supremasi sipil.
“Dia adalah pahlawan,” ujar Mohamed, salah seorang warga Kairo.
“Dia adalah orang yang patut jadi panutan,” kata Hasan, seorang pemilik toko.
Jenderal al-Sisi adalah orang yang mengumumkan kudeta terhadap Morsi sekaligus memuaskan keinginan sebagian rakyat Mesir untuk menyingkirkan Morsi.
Namun di kalangan pendukung Morsi, ia dicap pengkhianat karena menggulingkan presiden yang terpilih secara demokratis. Ia juga merupakan orang di balik dukungan militer untuk membubarkan massa pendukung Morsi yang turun ke jalan.
Rakyat Mesir agaknya mudah melupakan masa lalu. Sebab, al-Sisi sebelumnya dikecam karena bertindak brutal terhadap rakyatnya sendiri. Ia juga memerintahkan militer dalam aksi pembubaran aksi damai yang berujung tewasnya ratusan orang belum lama ini.
Jendeal al-Sisi bahkan sebelumnya pernah dikecam karena bertindak brutal terhadap massa pada 2011 ketika massa turun ke jalan menuntut mundurnya Presiden Hosni Mubarak. Ia dianggap bertanggung jawab terhadap tindakan pemukulan, pembunuhan, dan pengakapan warga tak berdosa.
Jenderal al-Sisi kini menentang Ikhwanul Muslimin yang merupakan pendukung Morsi. Padahal, sebelumnya al-Sisi dituding sebagai pendukung Ikhwanul Muslimin dan mempunyai hubungan dekat dengan pemimpinnya. Apalagi, istrinya bercadar seperti kebanyakan perempuan Ikhwanul Muslimin.
Sebagian rakyat Mesir senang akan kemunculan militer ini dan bersedia melupakan masa lalu. Namun di kalangan prodemokrasi, kondisi seperti ini patut dikhawatirkan. Menurut analis politik, Sarah Eltantawi kondisi ini akan memberi legitimasi kepada militer untuk berkuasa kembali dan mendorong munculnya diktator baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar