Fun To Victory
Edito’s note : Adam Ardisasmita adalah CEO Arsanesia, mobile game developer di Bandung. Sumber gambar : Techinasia.
“Cara bisnis online – empat tahap membangun startup” ini merupakan
sebuah pelajaran yang saya dapatkan dari sesi networking. Terkadang
dalam sebuah event, ilmu yang saya dapatkan dari sesi networking jauh
lebih bermanfaat dari event itu sendiri. Jadi ceritanya begini, ketika
saya mengikuti sebuah event, pasca event itu selesai, saya berkenalan
dengan Andy Zain (lihat profile linkedinnya di sini),
Direktur dari Founder Institut, Direktur Mig33, CEO Numedia dan SkyBee,
dan menjadi Adviser di berbagai perusahaan di asia pasifik. Ketika
kenalan pun, saya disuruh pilih mau kartu nama yang mana :p Hehe..
Ketika ngobrol-ngobrol, ada salah satu wartawan kompas yang ikutan
ngobrol namanya Adit (saya sempat bertemu Adit beberapa kali, jadi enak
ngobrolnya). Adit mencoba mengklarifikasi kepada Andy mengenai data yang
ia dapat dari Natali (founder Startuplokal) tentang jumlah startup yang
pada tahun 2012 ini berkurang drastis (artikel disini).
Lalu Andy menceritakan tahapan yang seharusnya dilakukan jika ingin
membuat startup serta kesalahan yang sering terjadi sehingga banyak
orang gagal membangun startup.
Tahap 1: Pada fase ini, seorang founder perlu
menggali lagi passion dan potensi dirinya. Siapa dirinya, apa masa
lalunya, apa hobinya, kegiatan apa saja yang pernah ia ikuti, komunitas
mana saja yang ia masuki, dan lain sebagainya. Hal ini dibutuhkan untuk
memastikan ide yang dibangun sesuai dengan siapa dirinya. Contoh, ketika
saya adalah maniak sepak bola, hobi saya koleksi jersey bola, tiap
weekend jadwal wajib saya adalah nobar di kafe-kafe, pokoknya passion
saya ada di sepak bola banget lah, rasanya agak kurang tepat jika ide
startup saya ada di bidang otomotif. Jadi pada tahap ini, kita harus
memastikan betul “kenapa harus kita yang membuat itu?”. Lalu setelah
itu, kita harus melakukan market resarch mengenai ide itu. Lihat
bagaimana saingan di pasar, bagaimana keberterimaan di masyarakat, dan
lain sebagainya. Contoh, rasanya akan sulit jika kita ingin membuat
startup dengan produk search engine karena saingan kita adalah google,
bing, yahoo, dst. Lalu, sulit juga jika kita ingin membuat startup
dengan produk hologram chat mengingat keberterimaan masyarakat indonesia
terhadap teknologi hologram dan bandwidth internet yang rendah. Jadi
setelah memastikan diri kita, kita pastikan ide kita.
Tahap 2: Pada fase ini, seorang founder harus siap
berganti-ganti topi. Maksudnya berganti-ganti topi adalah siap untuk
belajar menjadi seorang ahli marketing, ahli finance, ahli
administration, ahli outsourcing, dan lain sebagainya. Ada
pelajaran-pelajaran bisnis yang harus kita gali dalam-dalam jika ingin
membangun sebuah perusahaan. Mengatur cashflow gimana, proses hukum di
Indonesia bagaimana, cara membuat kontrak gimana, cara berkomunikasi
dengan client/vendor gimana, cara merekruit orang gimana, cara menggaji
yang sesuai dengan undang-undang gimana, dan banyak sekali bidang ilmu
lain yang harus kita pelajari sebelum membangun perusahaan. Kenapa kita
harus belajar itu semua? Karena ketika membangun startup, percayalah,
kita gak akan punya uang untuk ngehire semua ahli tersebut. Para founder
inilah yang harus mampu mengenali bidang-bidang itu, setidaknya sampai
startupnya mendapat suntikan capital atau dapur ngepul.
Tahap 3: Baru pada fase ini, produk di buat. Tahap
ini berfokus untuk merealisasikan visi, ide, dan mimpi founder menjadi
sebuah karya nyata dan produk yang baik. Di sinilah tahapan untuk
melakukan perancangan produk, implementasi produk, testing produk,
revisi produk, testing lagi, revisi lagi, testing lagi, dan seterusnya.
Seharusnya fase ini tidak begitu sulit jika fase pertama telah dilalui
dengan baik karena kebutuhan apa saja yang perlu ada di produk yang akan
dibangun sudah jelas dan tidak akan melebar atau berganti arah. Produk
yang baik adalah produk yang didesain dengan baik dan desain yang baik
hanya bisa lahir dari visi yang jelas. Istilahnya, “Fail to Plan, Plan
to Fail”. Kalau kita gagal merencanakan, itu sama saja dengan kita
merencanakan kegagalan.
Tahap 4: Pada fase ini, kita memasarkan produk kita.
Di sini kita mulai untuk mengatur timing merilis produk dan
fitur-fiturnya, memilah fitur apa yang keluar duluan, belajar melakukan
kampanye di berbagai media, melihat feedback dari pengguna. Di fase ini
juga kita mulai melakukan press release, melakukan networking, mencari
investor, mencari client, dan lain sebagainya. Ada istilah “a Good
product will market itself”, mungkin benar adanya bagi kebanyakan
produk, tapi tanpa penanganan yang baik dari segi marketing, produk
bagus pun tidak akan kemana-mana.
Oke, itu tadi 4 tahap yang dibutuhkan untuk membangun sebuah startup
sendiri. Kalau melirik ke isu kenapa di tahun 2012 banyak startup yang
tumbang, alasan paling umum yang terjadi adalah sebagian besar startup
itu maunya langsung ke tahap 3 tanpa memulai belajar tahap 1 dan tahap
2. karena hal tersebut, akhirnya ketika punya produk, mau diapakan
produknya dia tidak tahu atau bisa saja produk yang dia buat ternyata
sudah ada orang lain yang membuatnya dengan suntikan dana lebih kuat
atau produk yang dia buat bisa saja tidak cocok dengan pasar di
Indonesia. Mungkin bisa jadi dia punya produk yang sudah benar-benar
bagus, tapi tidak tahu bagaimana cara mengembangkan perusahaannya agar
bisa sustain. Lalu contoh kasus yang parah, founder yang lompat ke tahap
4, produk belum ada, baru ide-ide sekilas, udah langsung pitching ke
investor, dijamin ditolak mentah-mentah (pengalaman pribadi :p). Gak ada
kata terlambat untuk memulai, gak ada kata gagal dalam belajar, yang
penting kita terus semangat untuk maju dan jalani semua proses yang
harus kita hadapi untuk bisa mencapai sukses
Tidak ada komentar:
Posting Komentar